Berita Pengungsi Syiah Sampang

Sejenak kembali ketema semula yaitu tentang pengungsi Ahlulbaith Syiah Sampang, ada dua sumber berita yang saya copy paste sekalian buat catatan pribadi berikut berita yang saya kutip :

Hilangnya Sebuah Toleransi.
Meski terjadi banyak peristiwa yang melalaikan toleransi keberagaman Presiden SBY tetap menerima penghargaan World Statesman Award dari organisasi nirlaba Appeal of Conscience Foundation (ACF).
Sumber: http://berita.plasa.msn.com/nasional/hilangnya-sebuah-toleransi

Dan berita lainnya:

Relokasi Warga Syiah Bukan Solusi
Sejak Agustus  tahun lalu,  sejumlah warga Syiah di Sampang, Madura, harus hidup menderita dalam pengungsian di GOR Sampang. Pasalnya, perkampungan mereka telah dibakar oleh massa dari aliran  Suni  yang dipimpin Rois. Kelompok yang sama juga membakar sekolah dan mushola milik tokoh Islam Syiah, Tajul Muluk,  di Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Sampang.

Kabar terakhir menyebutkan,  Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang berencana merelokasi  mereka dari kampung halaman. Namun rencana Pemkab tersebut justru ditolak oleh para pengungsi.

Pertengahan Mei lalu, perwakilan pengungsi menemui Marzuki Alie , Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), untuk menolak relokasi tersebut. Ia juga berencana mengirimkan surat keprihatinan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Soal relokasi bagi warga Syiah inilah yang menjadi tema perbincangan program Agama dan Masyarakat, yang diselenggarakan KBR68H dan Tempo TV, bersama tiga narasumber : Eva Kusuma Sundari, anggota DPR RI,  Komisi III,  Fraksi PDIP,  Hertasning, wakil dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Universalia, pendamping warga  Syiah, dan Putut Budi Santoso, Ketua Tim Penanggulangan Konflik Sosial, Pemerintah Kabupaten Sampang.

Hertasning menjelaskan, upaya relokasi acap kali dibarengi dengan tekanan dan intimidasi.  Menurut Hertasning,  sejak awal Pemkab Sampang selalu menawarkan relokasi kepada warga Syiah.   “Saya tidak tahu apakah ini sebuah kebijakan terhadap kasus-kasus kekerasan beragama. Tapi kalau kita menengok Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial mestinya relokasi bukan opsi yang ditawarkan, yang harus dibangun kalau ada konflik sosial seperti ini adalah rekonsiliasi,” harap Hertasning.

Sedangkan menurut Putut, masyarakat setempat tidak dapat menerima kehadiran warga Syiah. Terlebih lagi para kyai se-Madura menyatakan agar warga Sampang itu dipindahkan ke luar Madura. “Yang jelas kita ingin memanusiakan manusia, kalau kelompok ini tidak bisa diterima oleh warga lain, siapa yang bisa menjamin keamanannya kalau masyarakat itu kembali ke desanya,” ucap Putut dalam nada tanya.

Hertasning mengklarifikasi soal posisi Ustadz Tajul Muluk, bahwa  apa yang dilakukan Ustadz Tajul Muluk adalah mengajarkan pentingnya pendidikan. Tajul Muluk juga  mengajarkan untuk percaya pada sekolah negeri. “ Rupanya pernyataan-pernyataan ini mengusik para kyai yang punya sekolah ibtidaiyah swasta yang ketika itu menerima bantuan BOS dari sekolah,”  ujar Hertasning.

Eva melihat,  belum ada yang disebut rehabilitasi atau mediasi di Sampang, terlebih rekonsiliasi. Eva juga mengingatkan agar  pemda melaksanakan  upaya pencegahan adanya konflik sosial. “Pencegahan itu termasuk mediasi antara kelompok yang sedang bertikai dan tidak boleh memihak. Kemudian pasca konflik, rumah-rumah para korban harus cepat diperbaiki seperti di Mesuji, Lampung,”  tegas Eva.

Putut mengakui sudah dilakukan upaya mediasi. Namun menurut Putut tingkat keberhasilannya belum signifikan.  Namun, apa yang sudah dilakukan pemda  dalam penanganan darurat sudah lebih dari cukup.  “Karena di perundang-undangan itu 90 hari saja, sekarang ini sudah sembilan bulan,” lanjut  Putut.

Hertasning menambahkan, menurut pengungsi di GOR Sampang,  bahwa warga di kampung ingin pengungsi pulang ke kampung halaman. Karena mereka terikat hubungan kekerabatan, mereka punya hubungan persawahan, keluarga yang cukup lama, dan sebagainya. “Sebenarnya di akar rumput ini tidak ada masalah, yang bermasalah ini justru elite-elitenya. Sejak awal bupatinya terlibat, para kyai terlibat, tokoh politiknya juga terlibat,” kata Hertasning prihatin.

 “Artikel ini sebelumnya disiarkan di program Agama dan Masyarakat KBR68H. Simak siarannya di 89, 2 FM Green Radio, setiap Rabu, pukul 20.00-21.00 WIB”

Sumber: http://beritajogja.co.id/2013/05/28/relokasi-warga-syiah-bukan-solusi/

Sekian, semoga berguna.

0 komentar "Berita Pengungsi Syiah Sampang", Baca atau Masukkan Komentar